TERKAIT dugaan korupsi IPA Martubung PDAM Tirtanadi melibatkan uang negara senilai Rp58 miliar, bersumber dari penyertaan modal Pemprov Sumut Tahun 2012, yang selama tiga tahun sudah ditangani Kejari Belawan, diharapkan agar lembaga hukum itu jangan menjadikan kasus ini sebagai 'permainan'.
Besar harapan, agar desakan bertubi-tubi yang terus muncul ditujukan kepada Kejari Belawan segera direspon, untuk secara profesional menyelesaikan kasus itu.
Kejari Belawan harus sadar, bahwa mereka tetap akan menjadi 'sasaran tembak' dalam persoalan ini. Bahkan ancaman evaluasi pun menjadi hal wajar. Kinerja mereka yang dinilai lamban, kalau tidak mau dikatakan 'jalan di tempat' dalam penanganan kasus korupsi di PDAM Tirtanadi itu, membuat lembaga peradilan tersebut 'dipandang dengan sinis' oleh masyarakat.
Apakah benar tuduhan yang muncul, bahwa ada kepentingan yang dilindungi dalam kasus ini? Apakah benar tuduhan yang menyebutkan ada 'dalang' yang dilakoni pejabat penting di Tirtanadi? Apakah betul tuduhan yang terus dialamatkan ke Kejari Belawan, bahwa lembaga ini sedang 'mengamankan' banyak hal?.
Baik Kejari Belawan maupun Direksi PDAM Tirtanadi, tentu tidak bisa begitu saja membantah tuduhan-tuduhan dimaksud. Apalagi dengan hanya kata-kata atau statemen. Rakyat sekarang tentu saja tidak bisa begitu saja percaya kata-kata tanpa aksi.
Intinya, masyarakat akan menduga ada sesuatu di balik mandegnya kasus ini. Dan cara membantahnya hanya ada satu, yaitu Kejari Belawan harus menunjukkan kinerja jelas dan terarah.
Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat. Tiga tahun menangani sebuah kasus dan tak kunjung jelas arahnya, itu adalah sebuah prestasi yang sangat buruk.
Sanksi Pejabat Hukum
Sungguh sia-sia para pejabat di Kejari Belawan belajar hukum dengan segala trik di dalamnya, lalu menjalani jenjang karir hingga sampai pada jabatan sekarang ini, namun pada akhirnya hanya berprestasi seperti penanganan kasus ini.
Lebih sia-sia lagi, bahkan sangat tragis, kalau pada akhirnya kasus ini diambil alih oleh KPK misalnya, lalu terkuak semuanya. Terkuak siapa melindungi siapa. Terkuak siapa saja yang bermain. Dan dampaknya, tersangka bisa saja akan muncul dari berbagai profesi, mulai seorang manajer, hingga pejabat di bidang hukum.
Alangkah tidak eloknya sebuah ending karir, yang gara-gara membela sesuatu, akhirnya harus terhenti dan lebih fatal, bisa menjadi pesakitan. Apakah para pejabat di Kejari Belawan tidak memikirkan sampai kesana?
Dan semua kemungkinan itu menjadi wajar pada saat ini. Dengan lamanya kasus ini 'mengendap' di Kejari Belawan, semua tudingan dan kemungkinan tadi bukan tidak mungkin benar.
Namun penulis merasa yakin, bahwa Kejari Belawan tentu sudah memikirkan segala resiko apabila 'bermain' dalam kasus ini. Penulis juga yakin, bahwa Kejari Belawan tidak mau dianggap gagal, apalagi sampai sengaja tidak meneruskan kasus ini. Penulis yakin, Kejari Belawan masih punya tekad untuk menyelesaikan kasus ini, meski banyak tantangannya.
Sebab, kegagalan dalam penanganan kasus IPA Martubung PDAM Tirtanadi ini, akan berdampak sangat buruk. Termasuk sangat buruk bagi karir siapa pun pejabat hukum yang ada di dalamnya. Dan saya yakin, semua paham akan resiko ini.
Kejari Belawan Gagal
Hanya saja, dengan situasi saat ini, maka semua pihak tentunya masih sampai pada tahap penilaian, bahwa Kejari Belawan gagal dalam proses penanganan kasus dugaan korupsi IPA Martubung PDAM Tirtanadi ini.
Bicara soal gagal, maka disinilah perlunya ada instropeksi diri. Apakah memang sudah merasa gagal? Atau seperti penulis sebut di atas, masih punya tekad untuk menyelesaikannya? Ini harus ditanyakan kepada diri masing-masing pejabat di Kejari Belawan.
Dengan situasi ini, apakah para pejabat di Kejari Belawan masih merasa pantas duduk di posisinya sekarang? Atau merasa sudah pantas 'angkat bendera putih' lalu mundur teratur?
Dan akan sangat memalukan, apabila kasus besar ini tetap 'mandeg', namun para pejabat di Kejari Belawan masih ingin bercokol disana. Tidak etis! Mundur adalah pilihan paling terhormat.
Dengan mengambil sikap mundur, maka tuduhan yang datang hanya sebatas tidak mampu. Sementara kalau masih ingin bercokol, maka akan muncul pertanyaan, kenapa? Apa yang diperebutkan? Apa yang dijaga? Dan banyak pertanyaan lain.
Tapi kalau merasa masih mampu, pertanyaan kemudian adalah, apakah benar masih mampu? Berapa lama lagi? Tiga tahun apa belum cukup? Jadi sudahlah. Sebaiknya mundur saja para pejabatnya, termasuk Kajari Belawannya.
Kinerja Kejati Sumut
Dalam kasus ini, satu yang jadi pertanyaan penulis adalah, dimana posisi Kejati Sumut? Sebagai 'penonton' saja tanpa ada koordinasi dengan Kejari Belawan?
Karena sangat janggal, apabila dugaan korupsi sebesar itu bisa ditangani Kejari Belawan bahkan selama tiga tahun, tanpa sepengetahuan Kejati Sumut, juga Kejaksaan Agung.
Kalau menurut penulis, sangat mungkin bahwa Kejati Sumut tahu kasus ini. Namun kenapa bisa sampai tiga tahun tak selesai, dan Kejati Sumut serta Kejaksaan Agung tidak ada tindakan apa pun? Apakah memang wajar sebuah kasus mengendap sampai tiga tahun tanpa kejelasan?
Atau apakah ada 'arahan khusus' soal penanganan kasus ini dari Kejati Sumut? Dalam hal ini, Kejati Sumut harus memberitahukan ke publik, apa peran mereka disini. Ini sangat penting, agar publik jangan sampai menduga-duga, bahwa Kejati Sumut punya kepentingan 'mengamankan' kasus ini.
Bahkan menurut penulis, terlepas tahu ataupun tidak tahu soal kasus dugaan korupsi IPA Martubung, maka Kejati Sumut sebenarnya sudah harus ikut dievaluasi, termasuk pimpinannya. Sebab dalam masalah ini, Kejati Sumut juga bisa dinilai ikut lalai, atau tidak mampu mengendalikan anggota.
Evaluasi terhadap Kejati Sumut ini dinilai perlu, demi membersihkan nama Kejaksaan Agung dari dugaan keterlibatan dalam kasus ini.
Saling Evaluasi Kinerja
Intinya seperti ini.
Kalau Kejari Belawan tak ingin dituduh mempermainkan kasus ini, maka segera diselesaikan dengan jelas, terarah, dan tuntas. Kalau Kejati Sumut tak ingin dituding 'bermain', maka segera evaluasi Kejari Belawan, agar dugaan ikut terlibat dalam persoalan ini, jangan sampai muncul. Lalu kalau Kejaksaan Agung merasa bersih, maka segera jugalah lakukan evaluasi ke Kejati Sumut.
Soal, apakah KPK perlu turun tangan, tentunya masyarakat awam berharap seperti itu. Agar KPK langsung mengambil alih setelah tiga tahun tak jelas di tangan Kejari Belawan, tanpa harus menunggu lagi.
Namun apakah ada prosedur yang memungkinkan untuk ini? Bagaimana etikanya kalau sebuah kasus masih ditangani lembaga hukum lainnya? Apakah KPK bisa mengambil alih?
Hanya saja jadi pertanyaan di masyarakat, apakah prosedur itu menjadi penghalang untuk menyelamatkan uang rakyat? Menurut hemat penulis, banyak cara dan jalan, agar kasus ini bisa ditangani KPK. Kalaupun harus ada laporan baru ke KPK, sepertinya itu bukan hal sulit.
Dan diyakini, KPK sebenarnya sudah 'mengendus' kasus dugaan korupsi IPA Martubung PDAM Tirtanadi ini. Sebab, rasanya sungguh aneh, kalau KPK bisa sampai tidak tahu ada kasus dugaan korupsi melibatkan uang puluhan miliar.
Atau apakah KPK lagi mencari cara dari mana memulai? Patut ditunggu juga gebrakan KPK soal kasus dugaan korupsi IPA Martubung PDAM Tirtanadi ini.
Dugaan Korupsi IPA Martubung
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Belawan tengah menangani kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Martubung sebesar Rp58 miliar.
Diduga anggaran tahun 2012 yang bersumber dari Dana Penyertaan Modal Pemprovsu tersebut telah terjadi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara.
Dari data rincian yang diterima, laporan pengaduan tentang proyek IPA Martubung meliputi pembangunan kantor lapangan, barak, gudang, jalan atau akses, pagar proyek, pembersihan lokasi, papan nama proyek dan lainnya dengan pagu anggaran Rp75.000.000.
Kemudian, perizinan dengan pagu anggaran Rp150 juta. Personil perencanaan, pengadaan dan pelaksanaan, akomodasi, transportasi, air tiket, office dengan pagu anggaran Rp50 juta.
Lalu, pengukuran atau staking out Rp7,5 juta, investigasi atau survei Rp15 juta, utilitas pelaksanaan Rp85 juta, mobiliasasi personil dan peralatan Rp45 juta, pengadaan dan pelaksanaan pembangunan IPA kapasitas minimum 200 liter per detik Rp15.494.727.115, pengadaan pelaksanaan pekerjaan instrumentasi atau SCADA Rp3.491.269.750, pengadaan dan pelaksanaan pembangunan rehabilitasi booster pump existing Rp7.676.874.459, pengadaan pelaksanaan pembangunan rumah daya di IPA Martubung Rp6.109.211.627.
Selain itu, untuk pembangunan kantor seluas 200 m2 meliputi pengadaan sebesar Rp1.449.135.315 dan untuk pelaksanaan chemical building sebesar Rp3.140.386.966. Sedangkan pembangunan sludge lagoon IPA menelan biaya Rp988.531.712.
Lalu, untuk unit bangunan penunjang sebesar Rp2.326.919.475, pengadaan pemasangan pipa transmisi air baku sebesar Rp4.396.041.648, pengadaan dan pelaksanan pembangunan intake Rp7.480.827.223, uji coba Rp25 juta, laporan Rp15 juta. Ada juga untuk pelatihan atau transfer of knowladge sebesar Rp25 juta, pembersihan Rp7,5 juta dan demobilisasi Rp18 juta. (***)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menyoal Istilah Samosir Kepingan Surga
SAYA tergelitik dengan sebuah ucapan bernada protes dalam sebuah grup WA. Seseorang di grup WA parSamosir itu minta agar jangan lagi men...
-
SAYA tergelitik dengan sebuah ucapan bernada protes dalam sebuah grup WA. Seseorang di grup WA parSamosir itu minta agar jangan lagi men...
-
HINS (Harmonious Ideal and Natural-Sound Seeker) adalah salah satu perekam yang berjaya pada masa pra-lisensi. Dan tentu saja sebagaiman...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar